|
pesan dari http://islami.co/ |
Dari
kecil saya hidup di lingkungan pesantren. Ayah saya lulusan pesantren,
pengasuh masjid dan guru madrasah. Ibu saya juga guru madrasah. Saya
lebih akrab dengan bacaan berbahasa Arab ketimbang bahasa Indonesia.
Hingga lulus aliyah (setingkat SMA), lemari saya dipenuhi kitab- kitab
berbahasa Arab ketimbang buku-buku berbahasa Indonesia. Sejak kecil saya
sekolah di madrasah: ibtidaiyah, tsanawiyah, aliyah.
Sejak
kecil saya dididik fasih membaca Al-Qur'an, menghafal sejumlah hadist
dan kitab-kitab. Singkatnya, saya dibesarkan di lingkungan yang
sepenuhnya islami.
Islami di sini tidak berarti hidup
dalam suasana yang melulu ibadah. Saya juga diajar bergaul dan bermain
agar bisa belajar mengisi sisi kehidupan sosial saya. Saya diajar santun
terhadap orang lain, karena begitulah sikap Nabi terhadap sesama. Saya
diajar berbagi terhadap mereka yang membutuhkan, karena itulah yang
diperintahkan Nabi Muhammad SAW dalam hadist-hadistnya. Islam yang saya kenal dari kecil adalah islam yang santun, toleran, dan solider terhadap sesama.
Namun sejak di Jakarta, saya menemukan sesuatu yang berbeda: Islam yang
lain, yang jauh dari yang saya kenal sejak kecil hingga dewasa. Di
Jakarta, untuk pertama kalinya saya saksikan Islam dan takbir
diteriakkan dengan nada marah dan mengancam. Oleh PAM Swakarsa, tahun
1998, demi mendukung sebuah kekuasaan.
Di Jakarta pula,
untuk pertama kalinya saya saksikan orang-orang beratribut Islam, baju
putih dan kopiah, berpawai di jalanan dengan menang-menangan
dan sedikit pongah. Padahal menjadi muslim dalam ajaran orang tua saya
adalah santun dan senang mendahulukan orang lain, apalagi jika dalam
balutan busana muslim.
Waktu kecil, di kampung saya, ketika
seseorang mengenakan atribut/baju muslim, sarung dan kopiah, maka ia
akan berperilaku dan bertindak hati-hati: santun, mendahulukan orang
lain, jauh dari perilaku kasar dan omongan kotor. Karena ia sadar ia
sedang menyandang Islam di tubuhnya. Tak boleh ia mencemarinya, atau
mengotori kemuliaannya.
Di kampung saya waktu kecil,
atribut Islam bisa membuat anak nakal menjadi (berperilaku) baik, orang
berangasan bisa bertutur dengan lembut. Namun Islam yang saya kenal di
Jakarta berbeda. Di kota ini ada organisasi berlabel Islam tapi
tabiatnya suka mengancam dan menang-menangan.
Di kota ini ada orang merasa Islam tapi mengafirkan orang yang sudah
bersyahadat. Di kota ini ada orang yang jiwanya diliputi kebencian tapi
merasa sedang berjihad di jalan Tuhan. Di kota ini, semua kontradiksi
umat beragama seolah ada.
Ada situs bernama Islam yang hobinya menebar fitnah dan kebencian. Laporan-laporannya sepertinya lebih sering hasil imajinasi ketimbang investigasi. Ironisnya, banyak orang—khususnya anak muda—yang dipengaruhi.
|
pesan dari http://islami.co/ |
Sudah beberapa tahun ini saya gerah dengan situs-situs tersebut.
Situs-situs yang mengimpor kebencian dan hasrat peperangan. Situs-situs
yang mengobarkan nafsu amarah ketimbang persaudaraan (ukhuwah). Dan saya
pun membatin, “Islam tidak seperti ini. Islam tidak seperti yang mereka
wakili.”
Lalu saya pun bertanya, “Tidak adakah situs
keislaman lain yang lebih mewakili Islam yang saya yakini dan pahami?”
Ada, tapi hanya beberapa. Dan sebagian besar tidak diupdate sebagaimana
mestinya. Kecuali www.nu.or.id,
sepertinya tidak ada situs keislaman yang mendekati Islam yang saya
pahami yang dikelola dengan baik sebagaimana situs-situs Islam garis
keras.
Maka dengan bantuan teman programer saya, Saeful Uyun,
saya pun memberanikan diri membuat web islami.co ini. Bagi saya, ini tak
ubahnya fardhu kifayah—akan celaka kita jika tak seorang pun
melakukannya. Ibarat kita menemukan bukit yang tandus, kita harus
menanam pohon di atasnya. Selanjutnya, kita berharap Tuhan mengirim
orang atau air hujan untuk membesarkan pohon tersebut, yang kelak
mengubah bukit tandus itu menjadi kawasan hijau dan lebat. Jujur,
situs-situs yang sarat pretensi dan provokasi tersebut membuat saya
gelisah. Bukan hanya karena jauh dari nilai-nilai Islam dan akhlaq mulia
sebagaimana yang diajarkan Nabi Muhammad SAW, tetapi situs-situs itu
juga membahayakan ukhuwah—baik di kalangan sesama muslim maupun bangsa
Indonesia. Islam bagi saya adalah agama yang menekankan pentingnya
akhlaq mulia, bukan sumpah serapah atau caci maki membabibuta. Islam
bagi saya adalah rahmat bagi semesta, bukan agama yang ingin memonopoli
kebenaran dan ruang-ruang di surga.
Akhirnya, saya berharap apa yang kami mulai bisa bermanfaat, dunia dan akhirat. Dan saya mengundang siapapun—sesuai
kompetensinya masing-masing untuk menulis di situs ini. Mulai dari soal
keagamaan an sich hingga yang lebih bersifat sosial. Dengan semangat
yang sama: mensyiarkan Islam rahmatan lil alamin, karena kita tidak
ingin Islam dibajak oleh orang-orang picik yang selalu mengatasnamakan agama dalam segala perilakunya.
Sekian, wassalam....
Mohamad Syafi' Ali
Founder web http://islami.co/
dari cerita di diatas... ada sebuah kesamaan pikiran dengan saya... ternyata banyak sekali web page di Indonesia yang menyesatkan, salah satunya adalah beberapa web yang pernah saya kunjungi di internet yang sifatnya provokatif seperti VOA-islam.com, fpi.or.id, hizbut-tahrir.or.id, arrahmah.com, dan lain-lain nya... tulisan-tulisan yang siapapun yang membaca nya akan menjadi emosi, lebih menebarkan kebencian daripada pesan kedamaian, saling membunuh itu di halalkan, bom bunuh diri dihalalkan. bahkan beberapa teroris melakukan tindakan bom bunuh diri setelah membaca web-web islam yang bersifat DOKTRIN provokatif... jadi berhati-hatilah...
saya ingat kan... bahwa ISLAM ITU DAMAI INDAH... seperti ajaran yang telah dilakukan oleh Nabi Muhammad SAW... selamat maulid Nabi Muhammad SAW, Saudara-saudara ku...
|
pesan dari http://islami.co/ |
No comments:
Post a Comment